PARADIGMA PERUBAHAN
Posted bySEKOLAH BINA INSANI (SBI) ... 1 April 2012
2.6. Mempersiapkan Guru untuk Masa Depan
Sungguhpun sudah begitu banyak upaya dan kegiatan untuk meningkatkan mutu guru, hasil-hasil evaluasi tahap akhir siswa menunjukkan bahwa nilai mereka belum mengalami kenaikan yang berarti. Kalau kita menggunakan pola pikir linier:
Penataran Guru ---» Mutu Guru Meningkat ---» Kualitas Kerja Guru Meningkat ---» Mutu Siswa Meningkat
Sudah barang tentu dapat disimpulkan bahwa penataran yang telah dilaksanakan telah berhasil meningkatkan mutu guru, tetapi belum berhasil meningkatkan mutu kerja guru, sehingga mutu siswa belum meningkat. Barangkali dilihat dari semboyan PKG: Dari Guru-Oleh Guru-Untuk Guru, tujuan PKG sudah dicapai. Mungkin semboyannya perlu diubah, menjadi: Dari Guru, Oleh Guru, Untuk Guru dan Siswa. Mengapa mutu guru telah berhasil ditingkatkan tetapi kemampuan kerja guru belum meningkat? Salah satu jawaban bisa kita kembalikan pada salah satu karakteristik kerja guru, yakni guru adalah pekerjaan yang tidak pernah mendapatkan umpan balik. Hal ini logis, karena tanpa umpan balik guru tidak tahu kualitas apa yang dikerjakan, tidak tahu di mana kelemahan dan kelebihannya, dan akibatnya guru tidak tahu mana yang perlu ditingkatkan.
Oleh karena itu, nampaknya di samping meneruskan kegiatan pembinaan yang telah ada selama ini, pembinaan guru diarahkan untuk mengembangkan suatu sistem dan teknik bagi guru untuk bisa mendapatkan umpan balik dari apa yang dikerjakan dalam proses belajar mengajar. Dua model peningkatan mutu yang perlu dipertimbangkan adalah a) memperkuat hidden curriculum dan b) mengembangkan teknik refleksi diri (seff-reffection).
A. Hidden curriculum
Hidden curriculum adalah proses penanaman nilai-nilai dan sifat-sifat pada diri siswa. Proses ini dilaksanakan lewat perilaku guru selama melaksanakan proses belajar mengajar. Untuk menanamkan sikap disiplin, guru harus memberikan contoh bagaimana perilaku mengajar yang disiplin. Misalnya, memulai dan mengakhiri pelajaran tepat pada waktunya. Kalau guru bertujuan menanamkan kerja keras pada diri siswa, maka guru memberikan tugas-tugas yang memadai bagi siswa dan segera diperiksa dan dikembalikan kepada siswa dengan umpan balik. Pengembalian tugas-tugas siswa tanpa ada umpan balik pada kertas pekerjaan secara langsung akan menanamkan sifat tidak usah kerja keras. Karena siswa beranggapan kerja mereka tidak dibaca guru.
Kegiatan pembinaan yang diperlukan adalah:
Mengkaji secara lebih mendalam makna hidden curriculum.
Secara sadar merancang pelaksanaan hidden curriculum.
Mengidentifikasi momen untuk melaksanakan hidden curriculum.
B. Self-reflection
Self-reflection adalah suatu kegiatan untuk mengevaluasi proses belajar mengajar yang telah dilaksanakan untuk mendapatkan umpan balik dari apa yang telah dilakukan. Umpan balik tersebut antara lain berupa: a) pemahaman siswa tentang apa yang telah disampaikan, b) perilaku guru yang tidak efisien dan tidak efektif, c) perilaku guru yang efisien dan efektif, d) perilaku yang perlu diperbaiki, e) perilaku yang diinginkan oleh siswa dan, f) perilaku yang seharusnya dikerjakan. Berdasarkan self-reflection inilah guru akan memperbaiki perilaku dalam proses belajar mengajar.
Paling tidak ada dua cara bagi guru untuk melakukan self-reflection, yakni: a) guru menampung pendapat siswa pada setiap akhir kuartal dan, b) guru malaksanakan action research. Cara yang pertama dilakukan lewat cara guru mengembangkan pertanyaan-pertanyaan yang mengungkap bagaimana perilaku selama mengajar, dan memberikan pertanyaan-pertanyaan tersebut untuk dijawab oleh siswa. Berdasarkan jawaban tersebut guru akan mendapatkan gambaran diri pada waktu melaksanakan proses belajar mengajar.
Action research, sebagai cara kedua, merupakan kegiatan meneliti sambil mengajar atau mengajar yang diteliti. Siapa yang mengajar dan siapa yang meneliti? Guru sendiri yang melakukan keduanya datam waktu yang sama.
2.5. Meningkatkan Kualitas Guru dalam Proses Belajar Mengajar
A. Tantangan dunia pendidikan
Proses globalisasi merupakan keharusan sejarah yang tidak mungkin dihindari, dengan segala berkah dan mudhoratnya. Bangsa dan negara akan dapat memasuki era globalisasi dengan tegar apabila memiliki pendidikan yang berkualitas. Kualitas pendidikan, terutama ditentukan oleh proses belajar mengajar yang berlangsung di ruang-ruang kelas. Dalam proses belajar mengajar tersebut guru memegang peran yang penting. Guru adalah kreator proses belajar mengajar. la adalah orang yang akan mengembangkan suasana bebas bagi siswa untuk mengkaji apa yang menarik minatnya, mengekspresikan ide-ide dan kreativitasnya dalam batas-batas norma-norma yang ditegakkan secara konsisten. Sekaligus guru akan berperan sebagai model bagi anak didik. Kebesaran jiwa, wawasan dan pengetahuan guru atas perkembaagan masyarakatnya akan mengantarkan para siswa untuk dapat berpikir melewati batas-batas kekinian, berpikir untuk menciptakan masa depan yang lebih baik.
Tugas utama guru adalah mengembangkan potensi siswa secara maksimal lewat penyajian mata pelajaran. Setiap mata pelajaran, dibalik materi yang dapat disajikan secara jelas, memiliki nilai dan karakteristik tertentu yang mendasari materi itu sendiri. Oleh karena itu, pada hakekatnya setiap guru dalam menyampaikan suatu mata pelajaran harus menyadari sepenuhnya bahwa seiring menyampaikan materi pelajaran, ia harus pula mengembangkan watak dan sifat yang mendasari dalam mata pelajaran itu sendiri.
Materi pelajaran dan aplikasi nitai-nilai terkandung dalam mata pelajaran tersebut senantiasa berkembang sejalan dengan perkembangan masyarakatnya. Agar guru senantiasa dapat menyesuaikan dan mengarahkan perkembangan, maka guru harus memperbaharui dan meningkatkan ilmu pengetahuan yang dipelajari secara terus menerus. Dengan kata lain, diperlukan adanya pembinaan yang sistematis dan terencana bagi para guru.
B. Karakteristik kerja guru
Semua di antara kita sudah sangat akrab dengan guru, baik sering berhubungan, membawahi ataupun jadi guru sendiri. Tetapi, berapa banyak di antara kita yang pernah merenungkan sesungguhnya bagaimana kerja guru itu? Pemahaman akan hakekat kerja guru ini sangat penting sebagai landasan dalam mengembangkan program pembinaan dan pengembangan guru. Kalau direnungkan secara mendalam, maka kita akan dapat menemukan beberapa karakteristik kerja guru, antara lain:
Pekerjaan guru adalah pekerjoan yang bersifat individualistis non colaboratif.
Pekerjaan guru adalah pekerjaan yang dilakukan dalam ruang yang terisolir dan menyerap seluruh waktu.
Pekerjaan guru adalah pekerjaan yang kemungkinan terjadinya kontak akademis antar guru rendah.
Pekerjaan guru tidak pernah mendapatkan umpan balik.
Pekerjaan guru memerlukan waktu untuk mendukung waktu kerja di ruang kelas.
Marilah kita bicarakan satu persatu karakteristik guru di atas. Karakteristik pertama, pekerjaan guru bersifat individualistis non colaboratif, memiliki arti bahwa guru dalam melaksanakan tugas-tugas pengajarannya memiliki tanggung jawab secara individual, tidak mungkin dikaitkan dengan tanggung jawab orang lain. Pekerjaan guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar dari waktu ke waktu dihadapkan pada pengambilan keputusan dan melakukan tindakan. Dalam pengambilan keputusan dan tindakan itu harus dilaksanakan oleh guru secara mandiri. Sebagai contoh, di tengah proses belajar mengajar berlangsung terdapat siswa yang tertidur sehingga siswa yang lain berisik. Guru harus mengambil keputusan dan menentukan tindakan saat itu, dan
tidak mungkin meminta pertimbangan teman guru yang lain. Oleh karena itulah, wawasan dan kecermatan sangat penting bagi seorang guru.
Karakteristik kedua, pekerjaan guru adalah pekerjaan yang dilakukan dalam ruang yang terisolir dan menyerap seluruh waktu. Hal ini sudah diketahui bersama, bahwa hampir seluruh waktu guru dihabiskan di ruang-ruang kelas bersama para siswanya. Implikasi dari hal ini adalah bahwa keberhasilan kerja guru tidak hanya ditentukan oleh kemampuan akademik, tetapi juga oleh motivasi dan dedikasi guru untuk terus dapat hidup dan menghidupkan suasana kelas.
Karakteristik ketiga, pekerjaan guru adalah pekerjaan yang kemungkinan terjadinya kontak akademis antar guru rendah. Bisa dicermati, setiap hari berapa lama guru bisa berinteraksi dengan sejawat guru. Dalam interaksi ini apa yang paling banyak dibicarakan. Banyak bukti menunjukkan bahwa interaksi akademik antar guru sangat rendah. Kalau dokfer ketemu dokter yang paling banyak dibicarakan adalah tentang penyakit, penemuan teknik baru dalam pengobatan. Kalau insinyur ketemu insinyur, yang dibicarakan adalah adanya teknik baru dalam membangun jembatan, penemuan untuk meningkatkan daya bangunan air, dan sebagainya. Tetapi apabila guru ketemu guru, apa yang dibicarakan? Rendahnya kontak akademik guru ini di samping dikarenakan soal waktu guru yang habis diserap di ruang-ruang kelas, kemungkinan juga karena kejenuhan guru berinteraksi akademik dengan para siswanya.
Karakteristik keempat, pekerjaan guru tidak pernah mendapatkan umpan balik. Umpan balik adalah informasi baik berupa komentar ataupun kritik atas apa yang telah dilakukan dalam melaksanakan proses belajar mengajar, yang diterima oleh guru. Berdasarkan umpan balik inilah guru akan dapat memperbaiki dan meningkatkan kualitas proses belajar mengajarnya. Muncul pertanyaan, kalau guru tidak pernah mendapatkan umpan balik, bagaimana guru dapat memperbaiki dan meningkatkan kualitas pengajarannya?
Karakteristik kelima, pekerjaan guru memerlukan waktu untuk mendukung waktu kerja di ruang kelas. Waktu kerja guru tidak terbatas hanya di ruang-ruang kelas saja. Dalam banyak hal, justru waktu guru untuk mempersiapkan proses belajar mengajar di ruang kelas lebih lama. Berkaitan dengan padatnya waktu guru itu, muncul pertanyaan kapankah guru dapat merenungkan melakukan refleksi atas apa yang telah dilakukan bagi para siswanya?
Di samping karakteristik pekerjaan guru, karakteristik disiplin ilmu pengetahuan sangat penting artinya untuk difahami, khususnya oleh guru sendiri. Sebab, guru harus menjiwai disiplin ilmu yang harus diajarkan. Di Amerika Serikat, misalnya, kalau ada konferensi guru-guru, orang akan segera dapat membedakan guru berdasarkan disiplin ilmu yang diajarkan: mana guru matematik dan mana guru ilmu sosial.
Namun realitas menunjukkan bahwa kualitas guru belum sebagaimana yang diharapkan. Berbagai usaha yang serius dan sungguh-sungguh serta terencana harus secara terus menerus dilakukan dalam pengembangan kualitas guru.
Berdasarkan karakteristik kerja guru sebagaimana dikemukakan di atas, berbagai cara pembinaan guru telah dilaksanakan. Teknik pembinaan yang telah dikembangkan dan diterapkan adalah dengan sistem PKG. Di samping itu, telah dikembangkan pula MGMP dan SKG. Untuk meningkatkan dan memperdalam penguasaan materi telah dilaksanakan pula Kursus Pendalaman Materi (KPM), dan untuk dapat mengikuti perkembangan teknologi telah dilatihkan pemanfaatan komputer dalam pengajaran matematika.
2.4. Globalisasi dan Tuntutan Peningkatan Kualitas Guru
Globalisasi merupakan suatu keniscayaan bagi semua bangsa. Bangsa Indonesia sudah mulai merasakan bagaimana manis dan pahitnya terbawa arus globalisasi. Gerakan reformasi yang berhasil menumbangkan rezim Soeharto tidak lepas dari berkah reformasi. Sebaliknya, merebaknya kejahatan dan pornografi, misalnya, tidak dapat dilepaskan dari rasa pahit globalisasi. Globalisasi akan membawa perubahan yang mencakup hampir semua aspek kehidupan, termasuk bidang teknologi, ekonomi dan sosial politik.
A. Kecenderungan perkembangan teknologi
Perkembangan teknologi pada akhir abad XX ini berlangsung sangat cepat, terutama bertumpu pada tiga bidang: bio-teknologi, material science atau teknologi bahan dan teknologi Elektronika dan Komputer. Perkembangan bio-teknologi telah mempengaruhi berbagai jenis produk, seperti bidang kesehatan dan obat-obatan dan bahan makan. Temuan-temuan bio-teknologi akan menghasilkan berbagai produk sinthesis. Di bidang ilmu bahan, telah memungkinkan diciptakannya berbagai bahan konstruksi yang tidak perlu merusak lingkungan, karena bukan barang tambang. Temuan yang akan memiliki dampak tidak kalah pentingnya adalah di bidang elektronika. Temuan di bidang ini melahirkan berbagai produk teknologi komunikasi, robot, dan laser.
Kemajuan di bidang teknologi komunikasi memungkinkan transaksi business lewat kaca komputer, sedangkan pengembangan robot memungkinkan lahirnya tenaga kerja robot untuk dunia industri. Kecermatan dan disiplin kerja robot sudah barang tentu akan melebihi kemampuan tenaga kerja manusia. Perkembangan bidang komputer telah memungkinkan dimanfaatkan dalam berbagai produk, seperti pilot automatics pada pesawat terbang, menjadikan rancang bangun produk semakin cepat dan cermat, memudahkan pelayanan jasa transportasi dan berbankan. Temuan-temuan di produk laser menghasilkan kemajuan di bidang ilmu kedokteran. Berbagai operasi akan dapat dilaksanakan dengan memanfaatkan sinar laser. Perkembangan laser juga merupakan fondasi untuk perkembangan teknologi komunikasi lebih lanjut.
Temuan-temuan bidang teknologi akan terus berkembang karena adanya sifat saling mengkait antara temuan satu dengan temuan yang lain. Temuan di bidang bio-teknologi dikombinasikan dengan bidang material science akan mampu menghasilkan "bahan yang canggih". Bahan ini dikembangkan pada level "moleculer". Hasilnya, produk bahan baru ini akan lebih ringan, lebih kecil, lebih kuat dan lebih fleksibel, sehingga dapat digunakan sebagaimana yang diinginkan. Kombinasi ternuan bio-teknologi dan material science juga akan mempercepat perkembangan bidang komputer, dengan diketemukannya, produk sumber padat energi tinggi. Produksi-produksi elektronika memerlukan energi. Tanpa diketemukan produk sumber energi, pekembangan produk elekttronika akan terhambat. Sebaliknya, ternuan produk sumber energi yang lebih padat dan lebih tinggi kekuatannya, maka perkembangan produksi elektronika akan semakin meningkat. Temuan chip komputer akan memungkinkan seseorang membawa komputer dalam saku bajunya. Komputer tersebut sangat interaktif dan wireless. Multi fungsi terdapat dalam komputer, sebagai alat telepon, fax dan penyimpan data. Di samping itu, perkembangan industri komputer akan melahirkan "Edutainment", yakni pendidikan yang menjadi hiburan dan hiburan yang merupakan pendidikan. Dengan "Edutainment" proses pendidikan akan semakin menarik dan menghasilkan lulusan yang semakin berkualitas.
B. Kecenderungan perkembangan bidang ekonomi.
Keberhasilan revolusi di bidang pertanian pada akhir abad XX telah mengurangi ketergantungan bangsa-bangsa Asia akan bahan makan dari luar negeri dan bahkan pada awal abad XXI ketergantungan tersebut akan dapat dihilangkan sama sekali. Sudah barang tentu hai ini akan meningkatkan kemampuan ekonomi nasional, khususnya neraca pembayaran.
Seiring dengan proses revolusi hijau, bangsa-bangsa di Asia, khususnya Asia Timur dan Asia Tenggara telah memulai proses industrialisasi. Di penghujung abad XX dan memasuki abad XXI, bangsa-bangsa di Asia sedang mempercepat revolusi industri dalam jangka waktu 50 tahun yang di negaranegara Barat revolusi ini berlangsung selama 200 tahun. Pada awal abad XXI enam dari sepuluh besar negara-negara dengan GDP tertinggi akan diduduki oleh negara-negara di Asia: China, Jepang, India, Indonesia, Korea Selatan, dan Thailand. Pertumbuhan pesat yang mungkin dapat disebutsebagai keajaiban ataupun keanehan, disebabkan oleh; a) kemampuan dalam mengelola sumber daya manusia, b) kerja keras penduduknya, baik dari kalangan buruh, pengusaha, ataupun pejabat pemerintah, c) orientasi achievement ekonomi di kalangan politikus, dan, d) kemampuan memobilisasi investasi. Pada tahun-tahun mendatang, pertumbuhan ekonomi di negara-negara Asia akan berlangsung sekitar 6 sampai dengan 10 persen per tahun, sebaliknya negara-negara lain hanya mampu tumbuh rata-rata sekitar 2 persen. Kecenderungan pertumbuhan ini merupakan daya tarik bagi para penanam modal asing. Sifat spiralitas akan menyebabkan pertumbuhan ekonomi negara-negara Asia tersebut di atas akan semakin tinggi.
Perkembangan bidang bio-teknologi akan berdampak pada bidang ekonomi. Kemajuan teknologi akan meningkatkan kemampuan produktivitas dunia industri baik dari aspek teknologi industri maupun pada aspek jenis produksi. Investasi dan reinvestasi yang berlangsung secara besar-besaran yang akan semakin meningkatkan produktivitas dunia ekonomi. Di masa depan, dampak perkembangan teknologi di dunia industri akan semakin penting. Tanda-tanda telah menunjukkan bahwa akan segera muncul teknologi bisnis yang memungkinkan konsumen secara individual melakukan kontak langsung dengan pabrik sehingga pelayanan dapat dilaksanakan secara langsung dan selera individu dapat dipenuhi, dan yang lebih penting konsumen tidak perlu pergi ke toko. Namun, di sisi lain kemajuan di bidang teknologi menyebabkan juga dunia industri tidak memerlukan tenaga kerja sebanyak pada masa sebelumnya. Hasilnya, penyerapan tenaga kerja tidak sebagaimana yang diharapkan.
Kecenderungan perkembangan teknologi dan ekonomi, akan berdampak pada penyerapan tenaga kerja dan kualifikasi tenaga kerja yang diperlukan. Kualifikasi tenaga kerja dan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan akan mengalami perubahan yang cepat. Akibatnya, pendidikan yang diperlukan adalah pendidikan yang menghasilkan tenaga kerja yang mampu mentransformasikan pengetahuan dan skill sesuai dengan tuntutan kebutuhan tenaga kerja yang berubah tersebut.
C. Kecenderungan perkembangan bidang sosial politik
Kemajuan di bidang teknologi yang diiringi dengan kemajuan di bidang ekonomi memiliki dampak sosio-politik dan kultural masyarakat. Kemajuan teknologi di bidang kedokteran dan kemajauan ekonomi mampu menjadikan produk kedokteran menjadi komoditi, dan akan menyebabkan perubahan besar di bidang demografi.
Angkatan kerja muda di Indonesia dan di negara-negara Asia pada urnumnya mendominasi bagian penduduk. Mereka menguasai pengetahuan dan teknologi, sehingga mampu mengoperasikan teknologi yang modern. Hal ini merupakan hasil dari keberhasilan di bidang pendidikan yang dapat memberikan kesempatan penduduk usia sekolah untuk mengikuti pendidikan formal. Angka partisipasi pendidikan di kawasan Asia sangat tinggi. Di bidang kesehatan kemajuan yang dicapai tidak kalah dengan bidang pendidikan. Perluasan fasilitas kesehatan sudah sampai pelosok desa, sehingga tingkat kesehatan penduduk meningkat, di samping angka pertumbuhan penduduk dan kematian bayi dan anak merosot tajam. Dibandingkan dengan negara-negara Asia lain, angka kematian bayi di Indonesia masih cukup tinggi. Tetapi, diramalkan pada awal abad XXI angka tersebut turun dengan drastis. Dengan nutrisi dan kesehatan yang semakin baik, tenaga kerja Indonesia akan semakin mampu bersaing di pasar internasional, mampu memanfaatkan sistem ekonomi dan politik modern, dan menjadi tentara yang mampu mengoperasionalkan persenjataan canggih.
Stabilitas politik telah dinikmati oleh sebagian besar negara-negara Asia, khususnya di Asia Timur dan Tenggara, dan lebih khusus lagi di Indonesia. Sistem pemerintahan di negara-negara sering disebut "soft authoritarian", di mana hak-hak asasi, perumahan, makan, kesehatan, pendidikan, kesempatan kerja dan jaminan keselamatan dapat dipenuhi, tetapi kebebasan politik dibatasi. Memang, beberapa negara di Asia masih melaksanakan pemerintahan yang bersifat otoriter, seperti Myanmar.
Pertumbuhan teknologi dan ekonomi di kawasan ini akan mendorong munculnya kelas menengah baru. Kemampuan, keterampilan serta gaya hidup mereka sudah tidak banyak berbeda dengan kelas menengah di negara-negera Barat. Dapat diramalkan, kelas menengah baru ini akan menjadi pelopor untuk menuntut kebebasan politik dan kebebasan berpendapat yang lebih besar.
Perubahan politik di negara-negara Asia, ditunjukkan oleh adanya proses regenerasi kepemimpinan. Kepemimpinan generasi pertama negara-negara Asia modern, seperti Sukarno dan Nehru, sudah diganti dengan generasi kedua atau bahkan generasi ketiga. Seperti di Jepang dari generasi Yoshida, sudah diganti dengan generasi kedua, Kiichi Miyazawa dan generasi ketiga Ryutaro Hashimoto. Demikian pula, Korea Selatan, dari generasi pertama, Syngman Rhee telah diganti genersi kedua, Chun Doo Hwan dan diganti generasi ketiga Kim Yung Sam. Sudah barang tentu peralihan generasi kepemimpinan ini akan berdampak dalam gaya dan substtansi politik yang diterapkan. Nafas kebebasan dan persamaan semakin kental.
Di bidang politik internasional, juga terdapat kecenderungan tumbuh berkembangnya regionalisme. Kemajuan di bidang teknologi komunikasi telah menghasilkan kesadaran regionalisme. Ditambah dengan kemajuan di bidang teknologi transportasi telah menyebabkan meningkatnya kesadaran tersebut. Kesadaran itu akan terujud dalam bidang kerjasama ekonomi, sehingga regionalisme akan melahirkan kekuatan ekonomi baru.
D. Kecenderungan perkembangan bidang kultural
Secara umum, abad XXI akan ditandai dengan munculnya kekuatan ras dan budaya baru. Bangsa-bangsa Asia tidak lagi sebagai warga yang harus taat pada hukum internasional Barat yang didominasi oleh tradisi Judeo-Christian, tetapi mereka juga menuntut untuk ikut menyusun hukum itu, yang dijiwai oleh Hindu, Budha, confusianisme dan Islam. Kedua tradisi tersebut, Barat dan Asia, di samping persamaan juga memiliki perbedaan yang tajam. Tradisi Barat lebih bersifat logis dan analitis, sedangkan tradisi Asia lebih bersifat intuitif dan seringkali emosional. Tradisi Barat menekankan hak-hak, sedangkan tradisi Asia lebih menekankan kewajiban. Tradisi
Barat lebih menekankan pada individu, di Asia menekankan masyarakat. Di Barat keputusan diambil dengan voting, di Asia dengan musyawarah.
Kemajuan ekonomi di negara-negara Asia melahirkan fenomena yang menarik. Perkembangan dan kemajuan ekonomi telah meningkatkan rasa percaya diri dan ketahanan diri sebagai suatu bangsa akan semakin kokoh. Bangsa-bangsa Barat tidak lagi dapat melecehkan bangsa-bangsa Asia.
Kekuatan baru negara-negara Asia akan mematahkan dominasi Barat di dunia intemasional. Malahan John Naisbitt dalam MegaTrend Asia, meramalkan perkembangan yang terjadi di negara-negara Asia merupakan perkembangan yang penting di dunia. Dampaknya tidak saja bagi bangsa Asia, tetapi juga bagi seluruh penghuni planet ini. Proses modernisasi yang berlangsung di Asia akan mempengaruhi perkembangan dunia pada abad XXI.
Perkembangan yang cepat di bidang teknologi, diikuti dengan pertumbuhan ekonomi yang tidak kalah cepatnya akan berdampak pada aspek kultural dan nilai-nilai suatu bangsa. Tekanan, kompetisi yang tajam di pelbagai aspek kehidupan sebagai konsekuensi globalisasi, akan melahirkan generasi yang disiplin, tekun dan pekerja keras. Namun, di sisi lain, kompetisi yang ketat pada era globalisasi akan juga melahirkan generasi yang secara moral mengalami kemerosotan: konsumtif, boros dan memiliki jalan pintas yang bermental "instant". Dengan kata lain, kemajuan teknologi dan pertumbuhan ekonomi yang terjadi, khususnya pada dua dasawarsa terakhir ini, telah mengakibatkan kemerosotan moral di kalangan warga masyarakat, khususnya di kalangan remaja dan pelajar. Kemajuan kehidupan ekonomi yang terlalu menekankan pada upaya pemenuhan berbagai keinginan material, telah menyebabkan sebagian warga masyarakat menjadi "kaya dalam materi tetapi rmskin dalam rohani".
Di dunia pendidikan, globalisasi akan mendatangkan kemajuan yang sangat cepat, yakni munculnya media massa, khususnya media elektronik sebagai sumber ilmu dan pusat pendidikan. Dampak dari hal ini adalah guru bukannya satu-satunya sumber ilmu pengetahuan. Hasilnya, para siswa bisa menguasai pengetahuan yang belum dikuasai oleh guru. Oleh karena itu, tidak mengherankan pada era globalisasi ini, wibawa guru khususnya dan orang tua pada umumnya di mata siswa merosot. Kemerosotan wibawa orang tua dan guru dikombinasikan dengan semakin lemahnya kewibawaan tradisi-tradisi yang ada di masyarakat, seperti gotong royong dan tolong-menolong telah melemahkan kekuatan-kekuatan sentripetal yang berperan penting dalam menciptakan kesatuan sosial. Akibat lanjut bisa dilihat bersama, kenakalan dan tindak menyimpang di kalangan remaja dan pelajar semakin meningkat dalam berbagai bentuknya, seperti perkelahian, corat-coret, pelanggaran lalu lintas sampai tindak kejahatan.
Di sisi lain, pengaruh-pengaruh pendidikan yang mengembangkan kemampuan untuk mengendalikan diri, kesabaran, rasa tanggung jawab, solidaritas sosial, memelihara lingkungan baik sosial maupun fisik, hormat kepada orang tua, dan rasa keberagamaan yang dijudkan dalam kehidupan bermasyarakat, justru semakin melemah. Para pendidik, khususnya para guru, lebih khusus lagi para pendidik dan guru yang berkecimpung pada sekolah keagamaan atau sekolah yang dikelola oleh Organisasi Keagamaan, harus mengambil perhatian masalah ini dan mencari cara-cara pemecahannya.
halaman berikut : 2.5. Meningkatkan kualitas guru dalam proses belajar mengajar
2.2. Standar Profesional Guru
Dalam usaha peningkatan kualitas pendidikan disadari satu kebenaran fundamental, yakni bahwa kunci keberhasilan mempersiapkan dan menciptakan guru-guru yang profesional, yang memiliki kekuatan dan tanggung jawab yang baru untuk merencanakan pendidikan di masa depan.
Dalam kaitan mempersiapkan guru yang berkualitas dimasa depan, dunia pendidikan di Indonesia dewasa ini dihadapkan pada persoalan bagaimana meningkatkan kualitas sekitar 2 juta guru yang sekarang ini sudah bertugas di ruang-ruang kelas.
A. Kualitas dan karir
Pada dasarnya peningkatan kualitas diri seseorang harus menjadi tanggung jawab diri pribadi. Oleh karenanya usaha peningkatan kualitas guru terletak pada diri guru sendiri. Untuk itu diperlukan adanya kesadaran pada diri guru untuk senantiasa dan secara terus menerus meningkatkan pengetahuan dan kemampuan yang diperlukan guna peningkatan kualitas kerja sebagai pengajar profesional.
Kesadaran ini akan timbul dan berkembang sejalan dengan kemungkinan pengembangan karir mereka. Oleh karena itu pengembangan kualitas guru harus dikaitkan dengan perkembangan karir guru sebagai pegawai, baik negeri maupun swasta. Gambaran yang ideal adalah bahwa pendapatan dan karir, dalam hal ini jenjang jabatan dan kepangkatan merupakan hasil dari peningkatan kualitas seseorang selaku guru.
Urutan proses di atas menunjukkan bahwa jenjang kepangkatan dan jabatan yang tinggi hanya bisa dicapai oleh guru yang memiliki kualitas profesional yang memadai. Sudah barang tentu alur pikir tersebut didasarkan pada asumsi bahwa peningkatan jenjang kepangkatan dan jabatan guru berjalan seiring dengan peningkatan pendapatannya.
Proses dari timbulnya kesadaran untuk meningkatkan kemampuan profesional di kalangan guru, timbulnya kesempatan dan usaha, meningkatnya kualitas profesional sampai tercapainya jenjang kepangkatan dan jabatan yang tinggi memerlukan iklim yang memungkinkan berlangsungnya proses di atas. Iklim yang kondusif hanya akan muncul apabila di kalangan guru timbul hubungan kesejawatan yang baik, harmonis, dan obyektif. Hubungan tersebut bisa dimunculkan antara lain lewat kegiatan profesional kesejawatan.
Dengan demikian, untuk pembinaan dan peningkatan profesional guru perlu dikembangkan kegiatan professional kesejawatan yang baik, harmonis, dan obyektif. Secara sistematis pengembangan kesejawatan ini memerlukan:
wadah /kelembagaan
bentuk kegiatan,
mekanisme,
standard professional practice.
B. Wadah dan kelembagaan
Wadah dan kelembagaan untuk pengembangan kesejawatan adalah kelompok yang merupakan organ bersifat non-struktural dan lebih bersifat informal. Wadah ini dikembangkan berdasarkan bidang studi atau rumpun bidang studi pada masing-masing sekolah. Anggota yang memiliki kepangkatan tertinggi dalam setiap rumpun diharapkan bisa berfungsi sebagai pembimbing.
Kalau ada anggota memiliki kepangkatan yang sama, maka diharapkan secara bergiliran salah satu darinya berfungsi sebagai pembimbing anggota yang lain. Dengan bentuk wadah dan kelembagaan semacam ini maka di setiap sekolah akan terdapat lebih dari satu kelompok.
Keberadaan kelompok akan memungkinkan para guru untuk bisa tukar fikiran dengan rekan sejawat mengenai hal ikhwal yang berkaitan interaksi guru dengan para siswa. Bagi seorang pekerja profesional, termasuk guru, komunikasi kesejawatan tentang profesi yang ditekuni sangatlah penting. Namun sayangnya, justru komunikasi kesejawatan inilah yang belum ada di kalangan profesi guru di tanah air kita.
C. Asah, asuh, asih
Kelompok yang dibentuk merupakan wadah kegiatan di mana antara anggota sejawat bisa saling asah, asuh dan asih untuk meningkatkan kualitas diri masing-masing khususnya dan mencapai kualitas sekolah serta pendidikan pada urnumnya.
Asah artinya satu dengan anggota sejawat yang lain saling membantu untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya. Asuh berarti di antara anggota kesejawatan saling membimbing dengan tulus dan ikhlas untuk peningkatan kemampuan profesional dan asih berarti di antara anggota kesejawatan terdapat hubungan kekeluargaan yang akrab.
Oleh karena itu kelompok yang beranggotakan para guru suatu bidang studi sejenis harus menitik-beratkan pada aktifitas profesional.
Secara terperinci kegiatan kelompok ditujukan untuk:
Meningkatkan kualitas dan kemampuan dalam pelaksanaan proses belajar mengajar.
Kegiatan yang dilaksanakan antara lain :
a. Diskusi tentang satuan pelajaran.
b. Diskusi tentang substansi meteri pelajaran.
c. Diskusi pelaksanaan proses belajar mengajar termasuk evaluasi pengajaran.
d. Melaksanakan observasi aktivitas rekan sejawat di kelas.
e. Mengembangkan evaluasi penampilan guru oleh peserta didik.
f. Mengkaji hasil evaluasi penampilan guru oleh peserta didik sebagai feedback bagi anggota kelompok.
Meningkatkan penguasaan dan pengembangan keilmuan, khususnya bidang studi yang menjadi tanggung jawabnya. Kegiatan yang dilaksanakan antara lain :
a. Kajian jurnal dan buku baru.
b. Mengikuti jalur pendidikan formal yang lebih tinggi.
c. Mengikuti seminar-seminar dan penataran-penataran.
d. Menyampaikan pengalaman penataran dan seminar kepada anggota kelompok.
e. Melaksanakan penelitian.
Meningkatkan kemampuan untuk mengkomunikasikan masalah akademis.
Kegiatan yang dilaksanakan antara lain:
a. Menulis artikel.
b. Menyusun laporan penelitian.
c. Menyusun makalah.
d. enyusun laporan dan review buku.
D. Mekanisme
Kegiatan kelompok dilaksanakan secara rutin dan berkesinambungan. Sebagaimana konsep asah, asuh dan asih, maka setiap anggota kelompok memiliki hak, kewajiban dan kesempatan yang sama dalam setiap kegiatan tanpa memandang jenjang kepangkatan, jabatan dan gelar akademik yang disandangnya. Secara bergiliran setiap anggota melaksanakan kegiatan sebagaimana disebutkan di atas.
Input, feedback, komentar dan saran-saran sejawat atas penampilan salah seorang anggota kelompok kesejawatan diberikan baik secara tertulis maupun secara lisan sesuai dengan kebutuhan. Untuk hasil observasi kelas, misalnya kelompok kesejawatan mungkin bisa mengembangkan format observasi bisa dilaksanakan secara sistematis, objektif dan rasional, sehingga anggota yang diobservasi bisa memperoleh input tertulis di samping juga input lisan.
Secara periodik ketua-ketua kelompok kesejawatan di setiap bidang studi di sekolah bisa mengadakan diskusi atau pertemuan guna membahas kemajuan dan perkembangan kelompok masing-masing.
E. Standar Profesional Guru
Pada dasarnya kelompok yang diuraikan di atas adalah merupakan wadah aktifitas profesional untuk meningkatkan kemampuan profesional guru. Aktifitas yang dimaksudkan ini tidak bersifat searah, melainkan bersifat multiarah. Artinya, aktifitas yang dilaksanakan bersifat komprehensif dan total yang mencakup presentasi, observasi, penilaian, kritik, tanggapan, saran, dan bimbingan.
Untuk menjamin bahwa kegiatan kelompok bisa berlangsung dengan baik, sehingga dapat diujudkan hubungan timbal balik kesejawatan yang obyektif bebas dari rasa rikuh, pekewuh dan sentimen perlu dikembangkan suatu norma kriteria yang obyektif sebagai dasar untuk saling memberikan penilaian terhadap karya dan penampilan sejawat.
Akan lebih baik kalau norma dan kriteria ini harus dikembangkan oleh masing-masing kelompok kesejawatan itu sendiri. Sudah barang tentu pengembangan norma dan kriteria kesejawatan ini berdasarkan acuan kerangka teoritis dan praktis yang bisa dikaji. Misalnya norma dan kriteria untuk menilai proses belajar mengajar yang baik bisa dikembangkan berdasarkan "kerangka perilaku" guru yang baik.
Profil Guru Masa Depan
Pendidikan merupakan suatu rekayasa untuk mengendalikan learning guna mencapai tujuan yang direncanakan secara efektif dan efisien. Dalam proses rekayasa ini peranan "teaching" amat penting, karena merupakan kegiatan yang dilakukan oleh guru untuk mentransfer pengetahuan, keterampilan dan nilai kepada siswa sehingga apa yang ditransfer memiliki makna bagi diri sendiri, dan berguna tidak saja bagi dirinya tetapi juga bagi masyarakatnya.
Mengajar hanya dapat dilakukan dengan baik dan benar oleh seseorang yang telah melewati pendidikan tertentu yang memang dirancang untuk mempersiapkan guru. Dengan kata lain, mengajar merupakan suatu profesi. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan masyarakat, muncul dua kecenderungan: Pertama, proses mengajar menjadi sesuatu kegiatan yang semakin bervariasi, kompleks, dan rumit. Kedua, ada kecenderungan pemegang otoritas structural, ingin memaksakan kepada guru untuk mempergunakan suatu cara mengajar yang kompleks dan sulit. Sebagai akibat munculnya dua kecenderungan di atas, maka guru dituntut untuk menguasai berbagai metode mengajar dan diharuskan menggunakan metode tersebut. Misalnya, mengharuskan mengajar dengan CBSA. Untuk itu, guru harus dilatih dengan berbagai metode dan perilaku mengajar yang dianggap canggih. Demikian pula, di lembaga pendidikan guru, para mahasiswa diharuskan menempuh berbagai mata kuliah yang berkaitan dengan mengajar. Namun sejauh ini perkembangan mengajar yang semakin kompleks dan rumit belum memberikan dampak terhadap mutu siswa secara signifikan. Tidaklah mengherankan kalau kemudian muncul pertanyaan mengapa mengajar menjadi sedemikan kompleks dan rumit?
A. Profesi mengaiar
Pekerjaan profesional dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori: Hard profession dan Soft Profession. Suatu pekerjaan dapat dikategorikan sebagai hard profession apabila pekerjaan tersebut dapat didetailkan dalam perilaku dan langkah-langkah yang jelas dan relatif pasti. Pendidikan yang diperlukan bagi profesi ini adalah menghasilkan output pendidikan yang dapat distandarisasikan. Artinya, kualifikasi lulusan jelas dan seragam di manapun pendidikan itu berlangsung. Dengan kualifikasi ini seseorang sudah mampu dan akan terus mampu melaksanakan tugas profesinya secara mandiri meskipun tanpa pendidikan lagi. Pekerjaan dokter dan pilot merupakan contoh yang tepat untuk mewakili kategori hard profession. Sebaliknya, kategori soft profession adalah diperlukannya kadar seni dalam melaksanakan pekerjaan tersebut. Ciri pekerjaan tersebut tidak dapat dijabarkan secara detail dan pasti. Sebab, langkah-langkah dan tindakan yang harus diambil, sangat ditentukan oleh kondisi dan situasi tertentu. Implikasi kategori soft profession tidak menuntut pendidikan yang dapat menghasilkan lululsan dengan standar tertentu melainkan menuntut lulusan dibekali dengan kemampuan minimal. Kemampuan ini dari waktu ke waktu harus ditingkatkan agar dapat melaksanakan tugas pekerjaannya sesuai dengan perkembangan masyarakat. Oleh karena itu, lembaga in-service framing bagi soft-profession amat penting. Barangkali, wartawan dan advokat, merupakan contoh dari kategori profesi ini.
Mengajar merupakan suatu seni untuk mentransfer pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai yang diarahkan oleh nilai-nilai pendidikan, kebutuhan-kebutuhan individu siswa, kondisi lingkungan, dan keyakinan yang dimiliki oleh guru. Dalam proses belajar mengajar, guru adalah orang yang akan mengembangkan suasana bebas bagi siswa untuk mengkaji apa yang menarik, mengekspresikan ide-ide dan kreativitasnya dalam batas norma-norma yang ditegakkan secara konsisten. Sekaligus guru akan berperan sebagai model bagi para siswa. Kebesaran jiwa, wawasan dan pengetahuan guru atas perkembangan masyarakatnya akan mengantarkan para siswa untuk dapat berpikir melewati batasbatas kekinian, berpikir untuk menciptakan masa depan yang lebih baik. Dalammelaksanakan tugas tersebut guru akan dihadapkan pada perbagai problem yang muncul dan sebagian besar problem tersebut harus segera dipecahkan serta diputuskan pemecahannya oteh guru itu sendiri pada waktu itu pula. Sebagai konsekuensinya, yang akan dan harus dilakukan oleh guru tidak mungkin dapat dirumuskan dalam suatu prosedur yang baku.
Agar transfer tersebut dapat berlangsung dengan lancar, maka guru paling tidak harus senantiasa melakukan tiga hal: a) menggerakkan, membangkitkan dan menggabungkan seluruh kemampuan yang dimiliki siswa; b) menjadikan apa yang ditransfer menjadi sesuatu yang menantang diri siswa, sehingga muncul intrinsic-motivation untuk mempelajarinya; dan, c) mengkaji secara mendalam materi yang ditransfer sehingga menimbulkan keterkaitan dengan pengetahuan yang lain.
Profesi guru adalah lebih cocok dikategorikan sebagai Soft Profession. Karena dalam mengajar guru dapat melaksanakan dengan berbagai cara yang tidak harus mengikuti suatu prosedur baku, dan aspek dan "sense" dan "art" memegang peran yang amat penting. Misalnya, mungkin saja seorang guru mengajar dengan menyajikan kesimpulan pada awal pelajaran yang kemudian baru dilaksanakan pembahasan. Pada kesempatan lain, ia mengajar dengan menyampaikan bahasan dulu baru menarik kesimpulan. Kalau dokter membedah dahulu baru kemudian membius berarti dokter tersebut melakukan malpraktek, dan pasti akan menghasilkan kecelakaan.
Namun, dewasa ini pekerjaan mengajar diperlakukan sebagai hard profession, sehingga mengajar menjadi suatu proses yang sedemikian kompleks. Sebagai konsekuensinya, maka perlu disusun suatu prosedur perilaku baku dalam mengajar. Secara sadar atau tidak, proses pembakuan prosedur mengajar ini mematikan kreativitas guru. Akibat lebih jauh adalah pekerjaan mengajar bersifat inhuman, diperlakukan sebagai suatu bagian dalam proses industri, yang dapat dikendalikan dan diatur dengan serangkaian Juklak dan Juknis. Kematian kreativitas guru sebagai suatu kehilangan yang patut ditangisi. Sebab, kreativitas adalah merupakan "ruh" dalam proses belajar mengajar.
B. Dimensi mengajar
Proses transfer pengetahuan atau sering dikenal dengan istilah Proses Belajar Mengajar (PBM) memiliki dua dimensi. Pertama adalah aspek kegiatan siswa: Apakah kegiatan yang dilakukan siswa bersifat individual atau bersifat kelompok. Kedua, aspek orientasi guru atas kegiatan siswa: Apakah difokuskan pada individu atau kelompok. Berdasarkan dua dimensi yang masing-masing memiliki dua kutub tersebut terdapat empat model pelaksanaan PBM. Pertama, apa yang disebut Self-Study. Yakni, kegiatan siswa dilaksanakan secara individual dan orientasi guru dalam mengajar juga bersifat individu. Model pertama ini memusatkan perhatian pada diri siswa. Agar siswa dapat memusatkan perhatian perlu diarahkan oleh dirinya sendiri dan bantuan dari luar, yakni guru. Siswa harus dapat mengintegrasikan pengetahuan yang baru diterima ke dalam pengetahuan yang telah dimiliki. Untuk pelaksanaan model Self-Study ini perlu didukung dengan peralatan teknologi, seperti komputer. Keberhasilan model ini ditentukan terutama oleh kesadaran dan tanggung jawab pada diri sendiri.
Kedua, apa yang dikenal dengan istilah cara mengajar tradisional. Model ini memiliki aktivitas siswa bersifat individual dan orientasi guru mengarah pada kelompok. Pada model ini kegiatan utama siswa adalah mendengar dan mencatat apa yang diceramahkan guru. Seberapa jauh siswa dapat mendengar apa yang diceramahkan guru tergantung pada ritme guru membawakan ceramah itu sendiri. Siswa akan dapat mengintegrasikan apa yang didengar ke dalam pengetahuan yang telah dimiliki apabila siswa dapat mengkaitkan pengetahuan dengan apa yang diingat. Model ini sangat sederhana, tidak memerlukan dukungan teknologi, cukup papan tulis dan kapur. Keberhasilan model ini banyak ditentukan oleh otoritas guru.
Ketiga, apa yang disebut model Persaingan. Model ini memiliki aktivitas yang bersifat kelompok, tetapi orientasi guru bersifat individu. Model ini menekankan partisipasi siswa dalam kegiatan PBM, semua siswa harus aktif dalam kegiatan kelompok tersebut. Seberapa jauh siswa dapat berpartisipasi dalam kegiatan akan ditentukan oteh seberapa jauh kegiatan memiliki kebebasan dan dapat membangkitkan semangat kompetisi. Pengetahuan yang diperoleh dan dapat dihayati merupakan hasil diskusi dengan temannya. Model ini memerlukan teknologi baik berupa alat ataupun berupa manajemen seperti bentuk konferensi dan seminar. Keberhasilan model ini terutama ditentukan oleh adanya saling hormat dan saling mempercayai di antara siswa. CBSA, merupakan salah satu contohnya.
Keempat, apa yang dikenal dengan istilah Model Cooperative-Collaborcitive. Model ini memiliki aktivitas siswa yang bersifat kelompok dan orientasi guru juga bersifat kelompok. Model ini menekankan kerjasama di antara para siswa, khususnya. Kegiatan siswa di arahkan untuk mencapai tujuan bersama yang telah merupakan konsensus di antara mereka. Konsensus ini didasarkan pada nilai-nilai yang dihayati bersama. Oleh karena itu, dalam kelompok akan senantiasa dikembangkan pengambilan keputusan. Kebersamaan dan kerjasama dalam pembelajaran merupakan kerjasama di antara para siswa untuk mencapai tujuan belajar bersama. Di samping tujuan bersama yang akan dicapai, kebersamaan dan kerjasama dalam pembelajaran ini juga di arahkan untuk mengembangkan kemampuan kerjasama di antara para siswa. Dengan pendekatan ini, guru tidak selalu memberikan tugas-tugas secara individual, melainkan secara kelompok. Bahkan penentuan hasil evaluasi akhirpun menggunakan prinsip kelompok. Artinya, hasil individu siswa tidak hanya didasarkan kemampuan masing-masing, tetapi juga dilihat berdasarkan hasil prestasi kelompok. Dengan demikian, siswa yang pandai akan menjadi tutor membantu siswa yang kurang pandai demi prestasi kelompok sebagai satu kesatuan. Setiap siswa tidak hanya bertanggung jawab atas kemajuan dan keberhasilan dirinya, tetapi juga bertanggung jawab atas keberhasilan dan kemajuan kelompoknya.
Keempat model tersebut tidak ada yang lebih baik satu atas yang lain. Sebab modal mengajar yang baik adalah model mengajar yang cocok dengan karakteristik materi, kondisi siswa, kondisi lingkungan dan kondisi fasilitas. Di samping itu pula, di antara keempat model tersebut tidaklah bersifat saling meniadakan. Artinya, sangat mungkin dalam mengajar memadukan berbagai model tersebut di atas.
Keempat model tersebut pada intinya menekankan bahwa dalam proses belajar mengajar apa yang dilaksanakan memiliki empat aspek, yakni: a) menyampaikan informasi, b) memotivasi siswa, c) mengkontrol kelas, dan, d) merubah social arrangement.
C. Kemampuan yang dibutuhkan
Agar dapat melaksanakan empat langkah tersebut di atas, guru hanya memerlukan tiga kemampuan dasar, yakni a) didaktik, yakni kemampuan untuk menyampaikan sesuatu secara oral atau ceramah, yang dibantu dengan buku teks, demontrasi, tes, dan alat bantu tradisional lain; b) coaching, di mana guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk berlatih dan mempraktikan keterampilannya, mengamati sejauh mana siswa mampu mempraktekkan keterampilan tersebut, serta segera memberikan umpan balik atas apa yang dilakukan siswa; dan, c) socratic atau mauitic question, di mana guru menggunakan pertanyaan pengarah untuk membantu siswa mengembangkan pandangan dan internalisasi terhadap materi yang dipelajari. Tanpa menguasai tiga kemampuan dasar tersebut, ibaratnya pemain sepakbola yang tidak memiliki kemampuan dasar bermain bola, seperti bagaimana menendang atau heading yang baik dan benar, betapapun dididik dengan gaya samba Brazil atau gerendel Italia tetap saja tidak akan dapat memenangkan pertandingan. Demikian pula untuk guru, tanpa memiliki tiga kemampuan dasar tersebut, betapapun para guru dilatih berbagai metode mengajar yang canggih tetap saja prestasi siswa tidak dapat ditingkatkan. Sebaliknya, dengan menguasai tiga kemampuan dasar tersebut, metode mengajar apapun akan dapat dilaksananakan dengan mudah oleh yang bersangkutan. Sudah barang tentu apabila guru telah menguasai dengan baik materi yang akan disampaikan.
Sudah saatnya posisi mengajar diletakan kembali pada profesi yang tepat, yakni sebagai soft profession, di mana unsur art dan sense memegang peran yang amat penting. Oleh karena itu, untuk pembinaan dan pengembangan profesional kemampuan guru yang diperlukan bukannya instruksi, juklak dan juknis serta berbagai pedoman lain, yang cenderung akan mematikan kreativitas guru. Melainkan, memperbaiki dan meningkatkan tiga kemampuan dasar yang harus dimiliki guru sebagaimana tersebut di atas, serta memberikan kebebasan kepada guru untuk berinovasi dalam melaksanaakan proses belajar mengajar.
Pendidikan merupakan suatu rekayasa untuk mengendalikan learning guna mencapai tujuan yang direncanakan secara efektif dan efisien. Dalam proses rekayasa ini peranan "teaching" amat penting, karena merupakan kegiatan yang dilakukan oleh guru untuk mentransfer pengetahuan, keterampilan dan nilai kepada siswa sehingga apa yang ditransfer memiliki makna bagi diri sendiri, dan berguna tidak saja bagi dirinya tetapi juga bagi masyarakatnya.
Mengajar hanya dapat dilakukan dengan baik dan benar oleh seseorang yang telah melewati pendidikan tertentu yang memang dirancang untuk mempersiapkan guru. Dengan kata lain, mengajar merupakan suatu profesi. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan masyarakat, muncul dua kecenderungan: Pertama, proses mengajar menjadi sesuatu kegiatan yang semakin bervariasi, kompleks, dan rumit. Kedua, ada kecenderungan pemegang otoritas structural, ingin memaksakan kepada guru untuk mempergunakan suatu cara mengajar yang kompleks dan sulit. Sebagai akibat munculnya dua kecenderungan di atas, maka guru dituntut untuk menguasai berbagai metode mengajar dan diharuskan menggunakan metode tersebut. Misalnya, mengharuskan mengajar dengan CBSA. Untuk itu, guru harus dilatih dengan berbagai metode dan perilaku mengajar yang dianggap canggih. Demikian pula, di lembaga pendidikan guru, para mahasiswa diharuskan menempuh berbagai mata kuliah yang berkaitan dengan mengajar. Namun sejauh ini perkembangan mengajar yang semakin kompleks dan rumit belum memberikan dampak terhadap mutu siswa secara signifikan. Tidaklah mengherankan kalau kemudian muncul pertanyaan mengapa mengajar menjadi sedemikan kompleks dan rumit?
A. Profesi mengaiar
Pekerjaan profesional dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori: Hard profession dan Soft Profession. Suatu pekerjaan dapat dikategorikan sebagai hard profession apabila pekerjaan tersebut dapat didetailkan dalam perilaku dan langkah-langkah yang jelas dan relatif pasti. Pendidikan yang diperlukan bagi profesi ini adalah menghasilkan output pendidikan yang dapat distandarisasikan. Artinya, kualifikasi lulusan jelas dan seragam di manapun pendidikan itu berlangsung. Dengan kualifikasi ini seseorang sudah mampu dan akan terus mampu melaksanakan tugas profesinya secara mandiri meskipun tanpa pendidikan lagi. Pekerjaan dokter dan pilot merupakan contoh yang tepat untuk mewakili kategori hard profession. Sebaliknya, kategori soft profession adalah diperlukannya kadar seni dalam melaksanakan pekerjaan tersebut. Ciri pekerjaan tersebut tidak dapat dijabarkan secara detail dan pasti. Sebab, langkah-langkah dan tindakan yang harus diambil, sangat ditentukan oleh kondisi dan situasi tertentu. Implikasi kategori soft profession tidak menuntut pendidikan yang dapat menghasilkan lululsan dengan standar tertentu melainkan menuntut lulusan dibekali dengan kemampuan minimal. Kemampuan ini dari waktu ke waktu harus ditingkatkan agar dapat melaksanakan tugas pekerjaannya sesuai dengan perkembangan masyarakat. Oleh karena itu, lembaga in-service framing bagi soft-profession amat penting. Barangkali, wartawan dan advokat, merupakan contoh dari kategori profesi ini.
Mengajar merupakan suatu seni untuk mentransfer pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai yang diarahkan oleh nilai-nilai pendidikan, kebutuhan-kebutuhan individu siswa, kondisi lingkungan, dan keyakinan yang dimiliki oleh guru. Dalam proses belajar mengajar, guru adalah orang yang akan mengembangkan suasana bebas bagi siswa untuk mengkaji apa yang menarik, mengekspresikan ide-ide dan kreativitasnya dalam batas norma-norma yang ditegakkan secara konsisten. Sekaligus guru akan berperan sebagai model bagi para siswa. Kebesaran jiwa, wawasan dan pengetahuan guru atas perkembangan masyarakatnya akan mengantarkan para siswa untuk dapat berpikir melewati batasbatas kekinian, berpikir untuk menciptakan masa depan yang lebih baik. Dalammelaksanakan tugas tersebut guru akan dihadapkan pada perbagai problem yang muncul dan sebagian besar problem tersebut harus segera dipecahkan serta diputuskan pemecahannya oteh guru itu sendiri pada waktu itu pula. Sebagai konsekuensinya, yang akan dan harus dilakukan oleh guru tidak mungkin dapat dirumuskan dalam suatu prosedur yang baku.
Agar transfer tersebut dapat berlangsung dengan lancar, maka guru paling tidak harus senantiasa melakukan tiga hal: a) menggerakkan, membangkitkan dan menggabungkan seluruh kemampuan yang dimiliki siswa; b) menjadikan apa yang ditransfer menjadi sesuatu yang menantang diri siswa, sehingga muncul intrinsic-motivation untuk mempelajarinya; dan, c) mengkaji secara mendalam materi yang ditransfer sehingga menimbulkan keterkaitan dengan pengetahuan yang lain.
Profesi guru adalah lebih cocok dikategorikan sebagai Soft Profession. Karena dalam mengajar guru dapat melaksanakan dengan berbagai cara yang tidak harus mengikuti suatu prosedur baku, dan aspek dan "sense" dan "art" memegang peran yang amat penting. Misalnya, mungkin saja seorang guru mengajar dengan menyajikan kesimpulan pada awal pelajaran yang kemudian baru dilaksanakan pembahasan. Pada kesempatan lain, ia mengajar dengan menyampaikan bahasan dulu baru menarik kesimpulan. Kalau dokter membedah dahulu baru kemudian membius berarti dokter tersebut melakukan malpraktek, dan pasti akan menghasilkan kecelakaan.
Namun, dewasa ini pekerjaan mengajar diperlakukan sebagai hard profession, sehingga mengajar menjadi suatu proses yang sedemikian kompleks. Sebagai konsekuensinya, maka perlu disusun suatu prosedur perilaku baku dalam mengajar. Secara sadar atau tidak, proses pembakuan prosedur mengajar ini mematikan kreativitas guru. Akibat lebih jauh adalah pekerjaan mengajar bersifat inhuman, diperlakukan sebagai suatu bagian dalam proses industri, yang dapat dikendalikan dan diatur dengan serangkaian Juklak dan Juknis. Kematian kreativitas guru sebagai suatu kehilangan yang patut ditangisi. Sebab, kreativitas adalah merupakan "ruh" dalam proses belajar mengajar.
B. Dimensi mengajar
Proses transfer pengetahuan atau sering dikenal dengan istilah Proses Belajar Mengajar (PBM) memiliki dua dimensi. Pertama adalah aspek kegiatan siswa: Apakah kegiatan yang dilakukan siswa bersifat individual atau bersifat kelompok. Kedua, aspek orientasi guru atas kegiatan siswa: Apakah difokuskan pada individu atau kelompok. Berdasarkan dua dimensi yang masing-masing memiliki dua kutub tersebut terdapat empat model pelaksanaan PBM. Pertama, apa yang disebut Self-Study. Yakni, kegiatan siswa dilaksanakan secara individual dan orientasi guru dalam mengajar juga bersifat individu. Model pertama ini memusatkan perhatian pada diri siswa. Agar siswa dapat memusatkan perhatian perlu diarahkan oleh dirinya sendiri dan bantuan dari luar, yakni guru. Siswa harus dapat mengintegrasikan pengetahuan yang baru diterima ke dalam pengetahuan yang telah dimiliki. Untuk pelaksanaan model Self-Study ini perlu didukung dengan peralatan teknologi, seperti komputer. Keberhasilan model ini ditentukan terutama oleh kesadaran dan tanggung jawab pada diri sendiri.
Kedua, apa yang dikenal dengan istilah cara mengajar tradisional. Model ini memiliki aktivitas siswa bersifat individual dan orientasi guru mengarah pada kelompok. Pada model ini kegiatan utama siswa adalah mendengar dan mencatat apa yang diceramahkan guru. Seberapa jauh siswa dapat mendengar apa yang diceramahkan guru tergantung pada ritme guru membawakan ceramah itu sendiri. Siswa akan dapat mengintegrasikan apa yang didengar ke dalam pengetahuan yang telah dimiliki apabila siswa dapat mengkaitkan pengetahuan dengan apa yang diingat. Model ini sangat sederhana, tidak memerlukan dukungan teknologi, cukup papan tulis dan kapur. Keberhasilan model ini banyak ditentukan oleh otoritas guru.
Ketiga, apa yang disebut model Persaingan. Model ini memiliki aktivitas yang bersifat kelompok, tetapi orientasi guru bersifat individu. Model ini menekankan partisipasi siswa dalam kegiatan PBM, semua siswa harus aktif dalam kegiatan kelompok tersebut. Seberapa jauh siswa dapat berpartisipasi dalam kegiatan akan ditentukan oteh seberapa jauh kegiatan memiliki kebebasan dan dapat membangkitkan semangat kompetisi. Pengetahuan yang diperoleh dan dapat dihayati merupakan hasil diskusi dengan temannya. Model ini memerlukan teknologi baik berupa alat ataupun berupa manajemen seperti bentuk konferensi dan seminar. Keberhasilan model ini terutama ditentukan oleh adanya saling hormat dan saling mempercayai di antara siswa. CBSA, merupakan salah satu contohnya.
Keempat, apa yang dikenal dengan istilah Model Cooperative-Collaborcitive. Model ini memiliki aktivitas siswa yang bersifat kelompok dan orientasi guru juga bersifat kelompok. Model ini menekankan kerjasama di antara para siswa, khususnya. Kegiatan siswa di arahkan untuk mencapai tujuan bersama yang telah merupakan konsensus di antara mereka. Konsensus ini didasarkan pada nilai-nilai yang dihayati bersama. Oleh karena itu, dalam kelompok akan senantiasa dikembangkan pengambilan keputusan. Kebersamaan dan kerjasama dalam pembelajaran merupakan kerjasama di antara para siswa untuk mencapai tujuan belajar bersama. Di samping tujuan bersama yang akan dicapai, kebersamaan dan kerjasama dalam pembelajaran ini juga di arahkan untuk mengembangkan kemampuan kerjasama di antara para siswa. Dengan pendekatan ini, guru tidak selalu memberikan tugas-tugas secara individual, melainkan secara kelompok. Bahkan penentuan hasil evaluasi akhirpun menggunakan prinsip kelompok. Artinya, hasil individu siswa tidak hanya didasarkan kemampuan masing-masing, tetapi juga dilihat berdasarkan hasil prestasi kelompok. Dengan demikian, siswa yang pandai akan menjadi tutor membantu siswa yang kurang pandai demi prestasi kelompok sebagai satu kesatuan. Setiap siswa tidak hanya bertanggung jawab atas kemajuan dan keberhasilan dirinya, tetapi juga bertanggung jawab atas keberhasilan dan kemajuan kelompoknya.
Keempat model tersebut tidak ada yang lebih baik satu atas yang lain. Sebab modal mengajar yang baik adalah model mengajar yang cocok dengan karakteristik materi, kondisi siswa, kondisi lingkungan dan kondisi fasilitas. Di samping itu pula, di antara keempat model tersebut tidaklah bersifat saling meniadakan. Artinya, sangat mungkin dalam mengajar memadukan berbagai model tersebut di atas.
Keempat model tersebut pada intinya menekankan bahwa dalam proses belajar mengajar apa yang dilaksanakan memiliki empat aspek, yakni: a) menyampaikan informasi, b) memotivasi siswa, c) mengkontrol kelas, dan, d) merubah social arrangement.
C. Kemampuan yang dibutuhkan
Agar dapat melaksanakan empat langkah tersebut di atas, guru hanya memerlukan tiga kemampuan dasar, yakni a) didaktik, yakni kemampuan untuk menyampaikan sesuatu secara oral atau ceramah, yang dibantu dengan buku teks, demontrasi, tes, dan alat bantu tradisional lain; b) coaching, di mana guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk berlatih dan mempraktikan keterampilannya, mengamati sejauh mana siswa mampu mempraktekkan keterampilan tersebut, serta segera memberikan umpan balik atas apa yang dilakukan siswa; dan, c) socratic atau mauitic question, di mana guru menggunakan pertanyaan pengarah untuk membantu siswa mengembangkan pandangan dan internalisasi terhadap materi yang dipelajari. Tanpa menguasai tiga kemampuan dasar tersebut, ibaratnya pemain sepakbola yang tidak memiliki kemampuan dasar bermain bola, seperti bagaimana menendang atau heading yang baik dan benar, betapapun dididik dengan gaya samba Brazil atau gerendel Italia tetap saja tidak akan dapat memenangkan pertandingan. Demikian pula untuk guru, tanpa memiliki tiga kemampuan dasar tersebut, betapapun para guru dilatih berbagai metode mengajar yang canggih tetap saja prestasi siswa tidak dapat ditingkatkan. Sebaliknya, dengan menguasai tiga kemampuan dasar tersebut, metode mengajar apapun akan dapat dilaksananakan dengan mudah oleh yang bersangkutan. Sudah barang tentu apabila guru telah menguasai dengan baik materi yang akan disampaikan.
Sudah saatnya posisi mengajar diletakan kembali pada profesi yang tepat, yakni sebagai soft profession, di mana unsur art dan sense memegang peran yang amat penting. Oleh karena itu, untuk pembinaan dan pengembangan profesional kemampuan guru yang diperlukan bukannya instruksi, juklak dan juknis serta berbagai pedoman lain, yang cenderung akan mematikan kreativitas guru. Melainkan, memperbaiki dan meningkatkan tiga kemampuan dasar yang harus dimiliki guru sebagaimana tersebut di atas, serta memberikan kebebasan kepada guru untuk berinovasi dalam melaksanaakan proses belajar mengajar.