Posted by embun guruku

TIK Dan Profesionalisme Pendidik

TIK DAN PROFESIONALISASI PENDIDIK

I. PENDAHULUAN

Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) telah memberikan pengaruh terhadap dunia pendidikan khususnya dalam proses pembelajaran. Dengan berkembangnya penggunaan TIK ada lima pergeseran dalam proses pembelajaran yaitu: (1) dari pelatihan ke penampilan, (2) dari ruang kelas ke di mana dan kapan saja, (3) dari kertas ke “on line” atau saluran, (4) fasilitas fisik ke fasilitas jaringan kerja, (5) dari waktu siklus ke waktu nyata. Komunikasi sebagai media pendidikan dilakukan dengan menggunakan media-media komunikasi seperti telepon, komputer, internet, e-mail, dan sebagainya. Interaksi antara guru dan siswa tidak hanya dilakukan melalui hubungan tatap muka tetapi juga dilakukan dengan menggunakan media-media tersebut. Guru dapat memberikan layanan tanpa harus berhadapan langsung dengan siswa. Demikian pula siswa dapat memperoleh informasi dalam lingkup yang luas dari berbagai sumber melalui cyber space atau ruang maya dengan menggunakan komputer atau internet.

Satu bentuk produk TIK adalah internet yang berkembang pesat di penghujung abad 20 dan di ambang abad 21. Kehadirannya telah memberikan dampak yang cukup besar terhadap kehidupan umat manusia dalam berbagai aspek dan dimensi. Internet merupakan salah satu instrumen dalam era globalisasi yang telah menjadikan dunia ini menjadi transparan dan terhubungkan dengan sangat mudah dan cepat tanpa mengenal batas-batas kewilayahan atau kebangsaan. Melalui internet setiap orang dapat mengakses ke dunia global untuk memperoleh informasi dalam berbagai bidang dan pada glirannya akan memberikan pengaruh dalam keseluruhan perilakunya. Dalam kurun waktu yang amat cepat beberapa dasawarsa terakhir telah terjadi revolusi internet di berbagai negara serta penggunaannya dalam berbagai bidang kehidupan. Keberadaan internet pada masa kini sudah merupakan satu kebutuhan pokok manusia modern dalam menghadapi berbagai tantangan perkembangan global. Kondisi ini sudah tentu akan memberikan dampak terhadap corak dan pola-pola kehidupan umat manusia secara keseluruhan. Dalam kaitan ini, setiap orang atau bangsa yang ingin lestari dalam menghadapi tantangan global, perlu meningkatkan kualitas dirinya untuk beradaptasi dengan tuntutan yang berkembang. TIK telah mengubah wajah pembelajaran yang berbeda dengan proses pembelajaran tradisional yang ditandai dengan interaksi tatap muka antara guru dengan siswa baik di kelas maupun di luar kelas.

Di masa-masa mendatang, arus informasi akan makin meningkat melalui jaringan internet yang bersifat global di seluruh dunia dan menuntut siapapun untuk beradaptasi dengan kecenderungan itu kalau tidak mau ketinggalan jaman. Dengan kondisi demikian maka pendidikan khususnya proses pembelajaran cepat atau lambat tidak dapat terlepas dari keberadaan komputer dan internet sebagai alat bantu utama.

Untuk dapat memanfaatkan TIK dalam memperbaiki mutu pembelajaran, ada tiga hal yang harus diwujudkan yaitu (1) siswa dan guru harus memiliki akses kepada teknologi digital dan internet dalam kelas, sekolah, dan lembaga pendidikan guru, (2) harus tersedia materi yang berkualitas, bermakna, dan dukungan kultural bagi siswa dan guru, dan (3) guru harus memiliki pengetahuan dan ketrampilan dalam menggunakan alat-alat dan sumber-sumber digital untuk membantu siswa agar mencapai standar akademik. Dalam situasi seperti ini, guru sebagai fasilitator pembelajaran dituntut kemampuannya dalam menggunakan teknologi, dengan demikian dengan adanya TIK dapat meningkatkan kompetensi guru sebagai pendidik. Sejauh manakah peran TIK dalam meningkatkan kompetensi guru sebagai pendidik? Adakah keterkaitan antara teknologi informasi dengan guru profesional?

Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini, jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menegah (UU.14/2005 pasal 1; ayat 1). Dalam menjalankan tugasnya pada masa sekarang, profesionalisme menjadi tuntutan dan menjadi bagian integral dari profesi guru dalam menjalankan tugasnya sebagai pendidik.

Guru profesional adalah sifat dan tanggungjawab yang dilakukan guru dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi. Berbagai upaya telah dilakukan untuk mencapai standar profesionalisme, misalnya melalui pendidikan dan latihan, proses sertifikasi, atau kegiatan-kegiatan yang diselenggrarakan dalam menunjang profesionalitas.

Profesionalisme Guru merupakan cara yang logis untuk menghadapi perubahan sosial sebagai konsekuensi globalisasi dalam berbagai bidang. Profesionalisme diyakini mampu meningkatkan kinerja yang optimal dunia pendidikan sehingga pada akhirnya dapat menciptakan cita-cita pendidikan sebagai insan kamil yang cerdas dan berakhlak mulia, mampu menghadapi perubahan zaman, secara damai, terbuka, demokratis, dan berkompetisi yang bermuara pada meningkatnya kesejahteraan seluruh warga Indonesia.

Oleh sebab itulah telah menjadi sebuah keharusan kalau setiap lembaga pendidikan dasar dan menegah di Indonesia, profesionalisme guru harus dikembangkan dan dimulai dari kegiatan belajar mengajar dan kegiatan kependidikan sehari-hari baik dikelas maupun pada organisasi guru. Sejalan dengan berbagai tuntutan profesionalisme, perubahan sosial dan perkembangan TIK, budaya mutu merupakan suatu paradigma yang dapat dijadikan pijakan dalam pencapaian tujuan pendidikan. Dalam pelaksanaannya dapat dimulai dari tata kelola proses-proses pembelajaran dan pendidikan di sekolah.

  1. PEMBAHASAN

A. Perkembangan TIK dalam Dunia Pendidikan

Teknologi informasi saat ini telah berkembang sangat pesat. Di sektor swasta, kantor-kantor pemerintah, BUMN, dan sekolah-sekolah di kota daerah, banyak yang memiliki jaringan internet. Terbukti, iklan internet masuk sekolah terus didegungkan. Mereka tampak sangat antusias. Itu terlihat dari pesan berantai yang disampaikan ke orang lain bahwa internet masuk sekolah. Ungkapan mereka polos. Rasa ingin tahu mereka pun sangat besar. Dicontohkan bagaimana menjelajah dunia lewat internet yang murah tanpa harus punya paspor dan visa, berkenalan dengan David Backham, bahkan sampai mencari kambing yang hilang.

Sekolah saat ini sedang berlomba-lomba memasang jaringan internet melalui jardiknas, internet service provider (ISP), ataupun penyelenggara jaringan internet lainya. Hal; tersebut membuktikan bahwa internet sekarang sudah menjadi kebutuhan yang penting dalam pembelajaran. Sekolah yang telah memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dalam kegiatan proses belajar mengajar akan sangat berbeda dengan sekolah yang belum memanfaatkannya.

Karena itu, para kepala sekolah, baik sekolah di kota-kota besar maupun daerah, berupaya melengkapi sekolahnya dengan fasilitas teknologi informasi internet yang perkembangannya sangat pesat dalam dua tahun terakhir. Fakta di atas membuktikan bahwa perkembangan teknologi informasi yang begitu cepat menuntut peningkatan kualitas pendidikan sumber daya tenaga pendidik. Dunia pendidikan dituntut memahami teknologi informasi dan komunikasi. Seorang pengamat pendidikan memaparkan bahwa problem pendidikan kita adalah akses atau ketersediaan pendidikan bagi rakyat yang masih sangat rendah (Wibowo, 2006). Termasuk, perangkat teknologi informasi dan komunikasi.

TIK telah mengubah peran guru dan siswa dalam pembelajaran. Peran guru telah berubah dari: (1) sebagai penyampai pengetahuan, sumber utama informasi, ahli materi, dan sumber segala jawaban, menjadi sebagai fasilitator pembelajaran, pelatih, kolaborator, navigator pengetahuan, dan mitra belajar; (2) dari mengendalikan dan mengarahkan semua aspek pembelajaran, menjadi lebih banyak memberikan lebih banyak alternatif dan tanggung jawab kepada setiap siswa dalam proses pembelajaran. Sementara itu peran siswa dalam pembelajaran telah mengalami perubahan yaitu: (1) dari penerima informasi yang pasif menjadi partisipan aktif dalam proses pembelajaran, (2) dari mengungkapkan kembali pengetahuan menjadi menghasilkan dan berbagai pengetahuan, (3) dari pembelajaran sebagai aktiivitas individual (soliter) menjadi pembelajaran berkolaboratif dengan siswa lain.

B.Profesional

Kualifikasi dan kompetensi guru dinilai tidak mencukupi untuk mengajar di sekolah. Padahal, mereka telah dipersiapkan secara formal dalam lembaga pendidikan guru dan dibekali ilmu pengetahuan sesuai bidang dan kompetensinya. Yang memprihatinkan, tentu saja, masih banyak guru yang belum melek teknologi. Dengan demikian, tidak hanya seminar-seminar pendidikan tentang teknologi yang perlu dilaksanakan. Tapi, belajar secara mandiri juga diperlukan untuk mengejar ketertinggalan, dalam hal ini adalah teknologi informasi. Mengapa ini mutlak diperlukan? Sebab, arus perkembangan informasi telah sedemikian cepat, apalagi inovasi teknologi terus berkembang.

1. Pengertian Profesi, Kriteria dan Profesi Pendidik

Berdasarkan beberapa pendapat tentang profesi, dalam makalah ini disimpulkan bahwa :

Profesi adalah suatu jenis pekerjaan yang diinginkan atau dicita-citakan secara khusus, bertumpu pada landasan intelektual yang dalam mencapainya memerlukan pendidikan dan latihan khusus, memerlukan tolak ukur, persyaratan khusus dan kode etik oleh suatu badan serta dapat diterapkan pada masyarakat untuk memecahkan suatu masalah.

Made Pidarta (1997 : 264) memberikan tinjauan terhadap 2 arti pendidik, yaitu Pendidik dalam arti luas adalah semua orang yang berkewajiban membina anak-anak dan pendidik dalam arti sempit adalah orang-orang yang disiapkan dengan sengaja untuk menjadi guru dan dosen. Kedua jenis ini dibedakan atas pendidikan dan waktu khusus untuk mencapai predikat pendidik.

Made Pidarta (1997 : 265) menyatakan bahwa tidak diakuinya keprofesionalan para guru dan dosen, didasarkan atas kenyataan yang dilihat masyarakat bahwa (1) banyak sekali guru maupun dosen yang tidak memberi keputusan kepada mereka, dan (2) menurut pendapat masyarakat, pekerjaan mendidik dapat dilakukan oleh siapa saja.

Syarat sebuah profesi diberikan oleh AECT (Association for Educational Communication and Technology) dan dinyatakan Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia I pada tahun 1988, keduanya memberikan beberapa syarat dalam mendefinisikan suatu profesi, secara garis besar harus ada : Latihan dan Sertifikasi, Standard dan Etika, Kepemimpinan, Asosiasi dan Komunikasi, Pengakuan Sebagai Profesi, Tanggung Jawab Profesi dan Hubungan dengan Profesi Lainnya.

Proses mendidik tidak dapat dicirikan hanya dengan adanya nasehat, dorongan berbuat baik, larangan dan penilaian terhadap perilaku anak. Mendidik merupakan pembuatan kesempatan dan situasi yang kondusif bagi perkembangan anak baik bakat, pribadi serta potensi-potensi lainnya. Berdasarkan pernyataan ini, mendidik haruslah dilakukan oleh orang-orang yang profesional.

Made Pidarta (1997 : 269-271) menyatakan bahwa diperlukan hal-hal berikut untuk memenuhi persyaratan profesi pendidik, yaitu : Pertama, perlunya diperkenalkan penjelasan pengertian pendidikan bagi calon pendidik memberikan kesempatan berpikir untuk memahami profesi mendidik tersebut. Kedua, perlu dikembangkan kepada calon pendidik kriteria keberhasilan mendidik, keberhasilan ini bukan atas prestasi akademik pendidik namun lebih dicerminkan oleh keberhasilan mendidik dengan kriteria-kriteria tertentu seperti Memiliki sikap suka belajar, tahu tentang cara belajar dan lainnya. Ketiga, memperkenalkan perilaku di lapangan yang dapat dipilih beberapa di antaranya yang sesuai dengan tujuan pendidikan setiap kali tatap muka.

2. Profesionalisme Pendidikan

Profesionalisme muncul atas dasar perkembangan masyarakat modern yang semakin kompleks yang menyebabkan proses pengambilan keputusan bertambah sulit, memerlukan informasi yang lengkap, didasari atas penguasaan terhadap pengetahuan serta permasalahannya dan jaminan atas penyalahgunaan kekuasaan yang mungkin terjadi.

Rustiyah N. K. (1989 : 174) menyatakan bahwa ada 3 alasan profesionalisme di bidang pendidikan mendapat pengakuan, yaitu :

  1. Lapangan kerja keguruan dan kependidikan bukan merupakan suatu lapangan kerja rutin yang dapat dilakukan karena pengulangan dan pembiasaan.

  2. Lapangan kerja ini memerlukan dukungan ilmu atau teori yang akan memberi konsepsi teoritis ilmu kependidikan dengan cabang-cabangnya.

  3. Lapangan kerja ini memerlukan waktu pendidikan dan latihan yang lama, berupa pendidikan dasar untuk taraf sarjana ditambah dengan pendidikan profesional.

Selanjutnya Rustiyah N. K. (1989 : 174) menyatakan bahwa pendidik profesional adalah seseorang yang memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap profesional, yang mampu dan setia mengembangkan profesinya, ikut serta dalam mengkomunikasikan usaha pengembangan profesi dan bekerja sama dengan profesi yang lain.

3. Realita Profesionalisme Pendidikan di Indonesia

Dalam makalah ini disinggung kenyataan di lapangan tentang profesionalisme pendidikan di Indonesia yang belum tercapai sebagaimana diinginkan, misalnya para pendidik sendiri, birokrasi yang sulit, anggaran pendidikan dan gaji guru yang minim dan lainnya. Selain itu ketentuan hukum untuk masalah pendidikan juga masih dinilai belum jelas.

Sebagian besar kebijaksanaan pendidikan di Indonesia masih berupa penerapan pendekatan sosial demand (permintaan masyarakat) yang pada orde baru dapat dilihat dengan terpenuhinya kebutuhan jumlah SD di Indonesia dan program Wajar 6 tahun. Dalam rekrutmen tenaga pendidik juga masih terlihat belum optimalnya, misalnya persyaratan dan ujian yang diberikan. Selain itu latar belakang pendidikan para guru tidak semuanya memenuhi kriteria tenaga pendidik, misalnya memiliki Akta IV.

4. Hambatan Dalam Mewujudkan Profesionalisme Pendidikan

Dengan diberikannya otonomi dalam peningkatan mutu pendidikan, ada beberapa masalah yang dihadapi, misalnya : kesan KKN semakin jelas dan transparan. Pelatihan dan loka karya sering disalahartikan dan disalahgunakan sebagai ajang rekreasi dan menambah penghasilan bagi utusan. Fenomena ini merupakan hal yang lumrah di masa orde baru dan sampai sekarang masih sulit ditinggalkan. Belum lagi dana untuk anggaran pendidikan berupa peralatan laboratorium, perlengkapan sekolah, serta kesejahteraan guru yang tetap mengalami kebocoran di dalam perjalanannya. Dilihat dari individu pendidik, kemampuan sebagai pengembang instruksional sampai pada tahap evaluasi masih dapat dikatakan rendah. Yang tak kalah beratnya adalah sistem yang ada selalu bertentangan, sehingga penerapan kebijaksanaan baru dijadikan ajang KKN bagi sebagian orang.

5. Langkah Menuju Profesionalisme Pendidikan

Untuk menuju profesionalisme pendidikan H. A. R. Tilaar (1999 : 17), menyatakan bahwa ada 3 ciri utama yang dapat dicermati dalam pendidikan nasional sekarang ini, yaitu : (1) sistem yang kaku dan sentralistik, (2) praktek KKN serta koncoisme dan (3) sistem pendidikan yang tidak berorientasi pada pemberdayaan rakyat. Untuk itu perlu reformasi yang dibaginya menjadi tiga bagian, yaitu :

  1. Reformasi Jangka Pendek, pada tahap ini upaya yang dilakukan adalah pengikisan praktek tercela KKN dan koncoisme di dalam penyelenggaraan sistem pendidikan nasional. Usaha tersebut bergandengan dengan usaha untuk menegakkan asas profesionalisme di dalam penyelenggaraan sistem pendidikan nasional.

  2. Reformasi Jangka Menengah, salah satu prioritasnya adalah penataan sistem yang yang didasrkan pada prisnsip desentralisasi sehingga betul-betul memberdayakan masyarakat banyak yang mana isi kurikulum lebih menekankan kepada pemberdayaan rakyat di pedesaan dan rakyat kecil.

  3. Reformasi Jangka Panjang, di sini perlu pemantapan sistem pendidikan nasional yang kokoh, terbuka, bermutu, sehingga dapat bersaing dengan bangsa-bangsa di kawasan regional maupun internasional.

Profesionalisme pendidikan dapat juga diwujudkan dengan mengaplikasikan berbagai konsep di bidang lain dalam pendidikan. Misalnya : pendekatan sistem, kebutuhan tenaga kerja, permintaan masyarakat dan pendekatan lainnya yang merupakan konsep-konsep di bidang ekonomi. Reformasi pemberdayaan guru dan tenaga kependidikan diarahkan pada kinerja sistem pendataan kebutuhan, pendidikan, rekrutmen, penempatan, dan pemerataan penyebarannya, serta pembinaan karir dan perbaikan sistem imbalan serta kesejahteraannya sebagai tenaga profesional, yang pengelolannya secara terdesentralisasi. Berkaitan dengan perbaikan moral, maka peranan pendidikan agama tidak dapat ditinggalkan.

6. Ciri-ciri Guru Profesional

Penerapan TIK dalam pembelajaran membutuhkan guru yang profesional. Guru harus memenuhi persyaratan, profesinya dan berkemauan tinggi mengembangkan potensi siswa secara optimal.

  1. Jenis-jenis Peranan Guru

Peran guru ditinjau dalam arti luas yaitu sebagai ukuran kognitif, sebagai agen moral, sebagai inovator dan kooperatif. Sedangkan dalam arti sempit guru berperan sebagai model, sebagai perencana, sebagai peramal, pemimpin dan sebagai penunjuk jalan ke arah pusat-pusat belajar.

  1. Guru Sebagai Fasilitator Belajar

Sebagai fasilitator, guru berperan sebagai pembantu dalam pengalaman belajar, membantu perubahan lingkungan, serta membantu terjadinya proses belajar yang serasi dengan kebutuhan dan keinginan.

Guru berkewajiban melakukan tindakan sebagai berikut,

  1. menciptakan iklim kelas atau pengalaman kelas

  2. membantu membuka rahasia dan menjelaskan maksud-maksud individu dalam kelas

  3. mengimplementasikan tujuan-tujuan yang bermakna bagi siswa

  4. mengorganisasi dan mempermudah serta memperluas sumber-sumber belajar

  5. menjawab ekspresi kelompok kelas dengan menerima kepuasan intelektual dan sikap emosional siswa

  6. memandang dirinya sebagai sumber yang fleksibel untuk dimanfaatkan oleh kelompok

  7. bertindak sebagai peserta anggota kelompok dan memberikan pendapatnya sebagai individu

  8. tetap berhati-hati terhadap pernyataan yang dalam dan kuat

  9. berusaha menyadari dan menerima keterbatasannya sendiri

  1. Profil Kemampuan Dasar Guru

Guru dikatakan profesional apabila memiliki kemampuan dasar sebagai pendidik. Kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh setiap guru meliputi yang berikut ini.

    1. Kemampuan menguasai bahan

    2. Kemampuan mengelola program belajar mengajar

    3. Kemampuan mengelola kelas dengan pengalaman belajar

    4. Kemampuan menggunakan media/sumber dengan pengalaman belajar

    5. Kemampuan menguasai landasan-landasan kependidikan dengan pengalaman belajar

    6. Kemampuan mengelola interaksi belajar mengajar dengan pengalaman belajar

    7. Kemampuan menilai prestasi siswa dengan pengalaman belajar

    8. Kemampuan mengenal fungsi dan program pelayanan bimbingan dan penyuluhan dengan pengalaman belajar

    9. Kemampuan mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah dengan pengalaman belajar

    10. Kemampuan memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil-hasil penelitian pendidikan guna keperluan pengajaran

7. Peran TIK dalam Meningkatkan Profesionalime Pendidik

Profesi pendidik merupakan suatu bidang yang memerlukan profesionalisme dalam menjalankannya. Untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu pendidikan diperlukan para pendidik yang profesional yang ditopang dengan kemampuannya memanfaatkan TIK. Oleh sebab itu jelaslah bahwa keberadaan TIK dapat meningkatkan profesionalisme guru sebagai pendidik. Karena dengan TIK guru dituntut untuk menguasai media pembelajaran yang berbasis TIK. Guru yang mampu menerapkan TIK dalam pembelajaran berarti telah memenuhi kemampuan dasar sebagai guru yang profesional.

Peran TIK dalam meningkatkan profesionalisme pendidik diantaranya:

  1. TIK membantu guru menjalankan fungsinya sebagai fasilitator pembelajaran

  2. TIK membantu guru mewujudkan model-model pembelajaran yang interaktif, inovatif dan kreatif

  3. TIK menjadikan proses pembelajaran lebih efektif dan efisien

  4. TIK mempermudah guru mencapai kemampuan dasar sebagai seorang pendidik

  5. TIK membantu guru menciptakan sistem pembelajaran yang mandiri

  1. PENUTUP

Simpulan

Peningkatan mutu pendidikan dapat dilakukan dengan meningkatkan profesionalisme guru. Salah satu cara meningkatkan yang dapat dilakukan yaitu dengan meningkatkan kemampuan guru memanfaatkan TIK dalam pembelajaran. Di era modern ini Guru dikatakan profesional apabila menguasai TIK, dan apabila sebaliknya maka akan disebut guru ketinggalan jaman.

  1. DAFTAR PUSTAKA

http://www.almarjan.org/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=43. Mengembangkan Kompetensi Guru lewat TIK. Tanggal download, 11 Desember 2008

http://www.umm.ac.id/file/proposal.rtf.Tanggal download, 11 Desember 2008

Hamalik, Oemar. 2002. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. Jakarta: Bumi Aksara.

Posted by embun guruku

Cara mendidik anak. Bagaimana cara mendidik anak?, kebanyakan dari orang tua terkesan arogan atau pun cuek dalam mendidik anak. Alhasil sang anak pun menjadi merasa tertekan dan kurang rasa kasih sayang. Memang sih merawat anak itu sulit terlebih lagi anaknya nakal hahaahaha...persis seperti anak saya (axel). Tapi sudah kewajiban kita sebagai orang tua untuk merawat dan mendidiknya bukan. Langkah pertama dalam mendidik anak adalah kenali bagaimana watak dari sang anak itu terlebih dahulu.



Lalu ajarkan dia dengan penuh kasih sayang. Ingat amarah yang disertai dengan pukulan akan merusak mental sang anak. Kebanyakan dari kita tidak senang apabila anak akan melakukan sesuatu yang terkesan kurang baik, seperti bermain tanah, bermain di jalan, respon dari orang tua adalah langsung memarahi sang anak dan memukulnya.

Bukan itu yang terbaik, saya rasa dengan memberikan nasehat yang lembut disertai dengan interaksi membuat sang anak lebih menerima arahan dari kita.

Ajarkan anak dengan perlahan dan jangan bersifat memaksa. Contohnya apabila dia sedang bermain, sampiri dia dan tanya dia sedang apa?. Ketika dia menjawab, kamu langsung menanyakan "apa mama/papa boleh ikut main?". Sang anak akan merasa sangat senang. Nah ketika momen inilah kamu berikan dia pelarajaran yang menurut kamu baik.

Sang anak nakal! saya harus bagaimana?.

Ini pertanyaan yang sering terlintas di benak kita. Sebenarnya coba kamu pikirkan kenapa anak kamu nakal?. Ada beberapa hal yang menyebabkan dia nakal...

1. Karena pintar.
2. Faktor keturunan.
3. Karena kurangnya perhatian.

Jadi saya rasa jangan salahkan sang anak hehehehe, cukup atasi dengan bijak. Tapi apabila sang anak sudah kelewatan, tegur dia dengan sedikit pukulan di tangannya. Dan kemudian beri sedikit nasehat (tapi jangan sambil marah-marah).

Saya harap tips sederhana diatas cukup membantu...

Posted by embun guruku

Hardiknas Momentum Introspeksi bersama
Penulis : Ibn Ghifarie

Momentum Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) yang jatuh pada 2 Mei 2007 ini. Sejatinya, harus menjadi modal dasar evaluasi sekaligus pencerahan bagi seluruh civitas akademika dan pemerintahan yang memegang kebijakan dalam dunia pendidikan di Indonesia. Hardiknas juga mesti dijadikan barometer sebagai ajang refleksi seberapa jauh kualitas pendidikan nasional semenjak bangsa ini merdeka. Pasalnya, pendidikan merupakan investasi masa depan. Kini, pendidikan mulai tak terkontrol lagi. Bahkan cita-cita luhur memanusiawikan manusia pun raib tak tau dimana rimbanya. Malahan Hardiknas kali ini masih dilingkupi rasa keprihatinan begitu mendalam atas pelbagai kasus yang menggelayuti dunia pendidikan kita. Mulai kasus minimnya pemerataan fasilitas, sarana dan prasarana penunjang pendidikan, kualitas pendidik, mengakarnya praktek tauran antar pelajar atau mahasiswa sekaipun, mendarahdagingnya tradisi pembocoran lembar soal dan jawaban oleh segelintir guru beserta kepala sekolah saat ujian nasional (UN) tiba demi ambisi dan pencitraan sekolah, sampai terjadinya tindakan kekerasan yang menewaskan salah satu praja Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) bernama Cliff Muntu.

Sungguh mengerikan. Ironis memang. Di tengah-tengat gencarnya upaya pemberantasan buta hurup, menggencarnya wajib sekolah sembilan tahun dan tanpa dipungut biaya bagi kalangan tertentu. Nyatanya, masih banyak lembaga pendidikan tertentu yang akrab dengan budaya pungutan liar. Alih-alih peningkatan kualitas dan sebagai sekolah percontohan tradisi lali itu kian terjadi. Padahal menuntut ilmu secara formal merupakan sektor strategis dan kunci bagi bangsa ini untuk menapakan kaki ke arah kehidupan bangsa yang lebih baik. Saking pentingnya sektor ini, Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 kita pun telah mengaturnya sedemikian rupa. Hal ini termaktub dalam pasal 31 UUD 1945 dengan mengamanatkan secara tegas, setiap warga negara berhak memperoleh pendidikan; kewajiban warga negara mengikuti pendidikan dasar dan kewajiban pemerintah membiayainya; penyelenggaraan sistem pendidikan nasional untuk mencerdaskan kehidupan bangsa; hingga prioritas alokasi dana APBN hingga 20%.

Nyatanya, pesan agung UUD 1945 itu hanya menjadi selogan semata supaya tidak ditertawakan oleh negara-negara lain. Terlebih lagi saat anak didik yang kurang mampu berkeinginan mengenyam pendidikan lebih tinggi harus rela menggalkan perbuatan mulia tersebut. Sebab pendidikan bermutu mahal ongkosnya. Maka wajar bila Eko Prasetio berujar 'Orang miskin dilarang sekolah'. Lebih parahnya lagi, sang pendidik pun harus rela pontang panting mencari kerja sampingan guna memenuhi dapurnya. Karena kebutuhan tarap hidup semakin meroket. Termasuk guru honorer, yang masih belum jelas nasibnya. Janji untuk mengangkat guru bantu tahun ini hanya isapan jempol semata. Belum lagi kucuran dana sebesar 20% dari APBN masih menjadi wacana elit-elit politik.

Pengalokasian biaya operasional pendidikan dari pusat ke daerah masih-masing masih sarat dengan kebiasaan tak terpuji. Tentunya, dengan prinsip ABS (Asal Bapak Senang), sebab kalau tak mengikuti tradisi akut itu jangan harap dana pendidikan akan sampai ke lembaga penddikan. Terus, minimnya biaya penunjang pendidikan tersebut. Mencermati persoalan pelik itu, tak ada cara lain guna menumbuh kembangkan budaya baca-tulis pada masyarakat dan upaya peningkatan mutu pendidikan kita selain menjadikan hari Hardiknas ini sebagai titik awal evaluasi secara menyeluruh. Bukan saja, membincang kesejahtraan umar Bakri, kampanye tradisi baca-tulis, dan pentingnya mengenyam pendidikan formal. Tapi lebih menyeluruh pada aspek kehidupan nyata. Terkadang pendidikan malah hanya menjadikan anak didik cakap dalam keilmuan. Namun, tak unggul dalam moral. Hal ini terlihat dari maraknya budaya barbar dan preman dalam pendidikan kita.

Dengan demikian, segala elemen yang berkaitan dengan kualias pendidakan, mulai dari emosional, spiritual, intelektual harus melekat dalam pribadi pendidik dan anak didik serta pengambilan keputusan sistem pembelajaran. Nah, bila kehadiran Hardiknas tak dapat membawa perubahan positif pada masyarakat Indonesia yang lebih baik dan arif, maka wajar bila praktik belajar-mengajar secara jelas telah terkalahkan oleh kekerasan. Carut-marutnya praktik lalim pun telah mencoreng dunia pendidikan kita. Haruskah, kita tetap mempertahankan perayaan turun temurun itu? Sudikah sistem pendidikan kita jauh tertinggal oleh negara-negara tetangga?

[ ibn Ghifarie] Cag Rampes, Pojok Sekre Kere, 01/05;14.37 WIB *Mahasiswa Studi Agama-Agama Fakultas Filsafat UIN SGD Bandung dan Koordinator Post Lembaga Pengkajian Ilmu Keislaman (LPIK) Bandung

Posted by embun guruku

Posted by embun guruku